BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Waham adalah
keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan
klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien.
( Budi Anna, Keliat, 1991 )
Waham adalah
keyakinan yang salah dan kuat dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang
lain dan bertentangan dengan realitas social. ( Gail W. Stuart, 2007 )
Waham adalah suatu
keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta keyakinan tersebut
mungkin “aneh”. Misalnya : “ Mata saya adalah computer yang dapat mengontrol
dunia “ atau bisa pula “tidak aneh”
hanya sangat tidak mungkin, missal “ FBI mengikuti saya” dan tetap
dipertahankan meskipun telah diperllihatkan bukti-bukti yang jelas untuk
mengoreksinya. ( Achir Yani, 2006 )
B. Etiologi
Menurut Gun ( 2008
), etiologi dari gangguan jiwa waham adalah :
1.
Factor predisposisi
a.
Genetis :
Diturunkan adanya abnormalis perkembangan
system saraf yang berhubungan dengan
respon biologis yang mal adaptif.
b.
Neurobiologist :
Adanya gangguan pada korteks pre frontal
c.
Neurotransmitter :
Abnormalitas pada dopamine serotonin dan
glutamat
d.
Virus paparan :
Virus influenza pada trimester III
e.
Psikologis :
ibu cemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli
2.
Factor presipitasi
a.
Proses pengolahan informasi yang berlebihan.
b.
Adanya gejala yang memicu.
c.
Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
C. Klasifikasi Perilaku Waham
Menurut Achir Yani
Shamid ( 2000 ), perilaku waham meliputi:
1.
Waham Kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus,
diucapkan berulang kali tetapi tidak dengan kenyataan.
Contog : “ Saya ini didepartemen kesehatan loh “ atau “ saya
punya tambang emas”.
2.
Waham Curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok berusaha
merugikan/mencederai dirinya, di ucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai.
Contoh : “ saya tahu….. seluruh saudara saya ingin
menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”.
3.
Waham Agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, di
ucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh : “ kalau saya mau masuk surge, saya harus menggunakan
pikiran putih setiap hari”.
4.
Waham Somatic
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/ terserang
penyakit, di ucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “ saya sakit kanker” setelah pemeriksaan
laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien terus mengatakan
bahwa ia terserang kanker.
5.
Waham Nihilistis
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/ meninggal,
di ucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh : “ ini kana lam kubur ya, semua yang ada disini
adalah roh-roh”.
D. Rentang Respon Waham
Berikut adalah
rentang respon Waham menurut David ( 2003 ) :
Respon Adaptif Respon
Maladaptif
Pikiran
logis Distorsi pikira Gangguan pikiran/waham
|
|
dg pengalaman
Perilaku sesuai
Berhubungan
sosial
E. Kategori Waham
Menurut David ( 2003
) waham dikategorikan menjadi 2 yakni :
1.
Waham sistematis: konsisten, berdasarkan pemikiran
mungkin terjadi walaupun hanya secara teoritis.
2.
Waham nonsistematis: tidak konsisten, yang secara logis
dan teoritis tidak mungkin.
F. Mekanisme Koping
Menurut Hernawati (
2008 ), perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman
yang berhubungan dengan respon neurobiologist yang mal adaptif meliputi :
1.
Regresi : berhubungan dengan masalah proses informasi
dan upaya untuk mengatasi ansietas.
2.
Proyeksi : sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan
persepsi
3.
Menarik diri
4.
Pada keluarga : mengingkari
G. Akibat dari Waham
Menurut Stuart Gail
W ( 2007 ), akibat dari gangguan jiwa waham adalah: klien dengan waham dapat
berakibat terjadinya risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Risiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai / membahayakan
diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan gejala :
1.
Memperlihatkan permusuhan
2.
Mendekati orang lain dengan ancaman.
3.
Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4.
Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
5.
Mempunyai rencana untuk melukai
H. Mekanisme atau Proses Terjadinya Masalah
Menurut, proses
terjadinya waham disebabkan karena orang tersebut mengalami isolasi sosial yang
akan mengakibatkaan seseorang akan mengalami waham dan apabila itu tidak cepat
diatasi akan dapat mengakibatkan resiko mencederai diri/orang lain dan
lingkungan. (Anna Budi, Kelliat.2006)
I. Penatalaksanaan
Menurut Harnawati
(2008) penanganan pasien dengan gangguan jiwa waham antara lain :
1.
Psikofarmalogi
a.
Litium Karbonat
1)
Farmakologi
Litium Karbonat adalah jenis litium yang
paling sering digunakan untuk mengatasi gangguan bipolar, menyusul kemudian
litium sitial. Sejak disahkan oleh “Food and Drug Administration” (FDA). Pada
1970 untuk mengatasi mania akut litium masih efektif dalam menstabilkan mood
pasien dengan gangguan bipolar. Meski demikian, efek samping yang dilaporkan
pada gangguan litium cukup serius. Efek yang ditimbulkan hampir serupa dengan
efek mengkonsumsi banyak garam, yakni tekanan darah tinggi, retensi air, dan
konstipasi. Oleh karena itu, selama penggunaan obat ini harus dilakukan tes
darah secara teratur untuk menentukan kadar litium.
2)
Indikasi
Mengatasi episode waham dari gangguan
bipolar. Gejala hilang dalam jangka waktu 1-3 minggu setelah minum obat litium
juga digunakan untuk mencegah atau mengurangi intensitas serangan ulang pasien
bipolar dengan riwayat mania.
3)
Dosis
Untuk tablet atau kapsul immendiate rease
biasanya diberikan 3 dan 4 kali sehari, sedangkan tablet controlled release
diberikan 2 kali sehari interval 12 jam. Pemberian dosis litium harus dilakukan
hati-hati dan individual, yakni berdasarkan kadar dalam serum dan respon
klinis. Untuk menukar bentuk tablet dari immediate release maka diusahakan agar
dosis total harian keduanya tetap sama.
Control jangka panjang : kadar serum litium
yang diinginkan adalah 0,6-1,2 mEq/L. dosis bervariasi per individu,tapi
biasanya berkisar 900mg-1200mg per hari dalam dosis berbagi. Monitor dilakukan
setiap bulan, pasien yang supersensitive biasanya memperlihatkan tanda toksik
pada kadar serum dibawah 10mEq/L.
4)
Efek Samping
Insiden dan keparahan efek samping
tergantung pada kadar litium dalam serum. Adapun efek yang mungkin dijumpai
pada awal terapi. Misalnya tremor ringan pada tangan, poliuria nausea, dan rasa
haus. Efek ini mungkin saja menetap selama pengobatan.
5)
Contoh obat
Berbentuk tablet ataupun kapsul immediate
release dan tablet controlled release.
6)
Mekanisme kerja
Menghambat pelepasan serotonin dan
mengurangi sensitivitas dari reseptor dopamine.
b.
Haloperidol
1)
Farmakologi
Haloperidol merupakan obat antipsikotik
(mayor tranquiliner) pertama dari turunan butirofenon. Mekanisme kerjanya yang
pasti tidak diketahui.
2)
Indikasi
Haloperidol efektif untuk pengobatan
kelainan tingkah laku berat pada anak-anak yang sering membangkang an
eksplosif. Haloperidol juga efektif untuk pengobatan jangka pendek, pada anak
yang hiperaktif juga melibatkan aktivitas motorik berlebih disertai kelainan
tingkah laku seperti : impulsive, sulit memusatkan perhatian, agresif, suasana
hati yang labil dan tidak tahan frustasi.
3)
Dosis
a)
Dewasa
Gejala sedang :
0,5-2mg, 2 atau 3 kali sehari
Gejala berat :
3-5mg, 2 atau 3 kali sehari
Untuk mencapai
diperlukan dosis control yang cepat, kadang-kadang diperlukan dosis yang lebih
tinggi. Pasien usia lanjut atau labil :1/2-2 mg, 2 atau 3 kali sehari. Pasien
yang tetap menunjukkan gejala yang berat atau adekuat perlu disesuaikan
dosisnya. Dosis harian sampai 100mg mungkin diperlukan pada kasus-kasus
tertentu untuk mencapai respon optimal. Jarang sekali haloperidol diberikan
dengan dosis diatas 100mg untuk pasien berat yang resisten.
b)
Anak-anak
Haloperidol tidak boleh diberikan pada
anak-anak usia kurang dari 3tahun. Pada anak-anak dengan usia 3-12 tahun (berat
badan 15-40kg). obat mulai diberikan dengan dosis terkecil (0,5mg sehari). Jika
perlu dosis dapat ditingkatkan sebesar 5-7 hari sampai tercapai efek terapi
yang diinginkan. Dosis total dapat dibagi yaitu 2 atau 3 kali sehari.
Kelainan psikotik : 0,05-0,15mg/kg/hari.
1)
Efek samping
a)
Susunan saraf pusat
Gejala ekstrapiramidal, diskinesia Tardif,
distonia tardif, gelisah, cemas, perubahan pengaturan temperature tubuh,
agitasi, pusing. Depresi, lelah, sakit kepala, mengantuk, bingung, vertigo,
kejang.
b)
Kardivaskuler
Takikardi, hipertensi/hipotensi, kelainan
EKG (gelombang T abnormal dengan perpanjangan repolarisasi ventrikel), aritmia.
c)
Hematologik : Timbul leucopenia dan leukositosis
ringan.
d)
Hati : Gangguan fungsi hati
e)
Kulit
Makulopapular
dan akneiform, dermatitis kontak, hiperpigmentasi alopesia.
f)
Endokrin dan metabolic
Laktasi, pembesaran
payudara, martalgia, gangguan haid, amenore, gangguan seksual, nyeri payudara,
hiponatremia.
g)
Saluran cerna : Anoreksia, konstipasi, diare dan mual
muntah.
h)
Mata : Penglihatan
kabur
i)
Pernapasan : Spasme
laring dan bronkus.
j)
Saluran genitourinaria : Retensi urin.
2)
Kontraindikasi
Hipersensitifitas
terhadap haloperidol atau komponen lain formulasi, penyakit Parkinson, depresi
berat SSP, supresi sumsum tulang, penyakit jantung atau penyakit hati berat,
koma.
3)
Mekanisme kerja
Memblok reseptor
dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik mesolimbik otak. Menekan pelepasan
hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan Reticular Activating System (RAS)
sehingga mempengaruhi metabolism basal. Temperature tubuh, tonus vasomotor dan
emesis.
c.
Karbamazepin
1)
Farmakologi
Karbamazepin terbukti
efektif, dalam pengobatan kejang psikomotor, serta neuralgia trigeminal.
Karbamazepin secara kimiawi tidak berhubungan dengan obat antikonvulsan lain
maupun obat-obat lain yang digunakan untuk mengobati nyeri pada neuralgia
trigeminal.
2)
Indikasi
Karbamazepin diindikasikan
sebagai obat antikonvulsan yaitu jenis :
a)
Kejang parsial dengan symptom atologi komplek
(psikomotor, lobus temporalis) pasien dengan jenis kejang ini menunjukkan
perbaikan yang lebih besar dibandingkan jenis yang lain.
b)
Pola kejang campuran termasuk jenis diatas dan kejang
parsial maupun kejang umum yang lain. Kejang jenis petitmal tampaknya tidak
efektif diobati dengan karbamazepin.
c)
Neuralgia trigeminal
Karbamazepin diindikasikan untuk pengobatan
nyeri akibat neuralgia trigeminal murni. Obat ini bukan merupakan analgesic dan
tidak boleh diberikan untuk mengobati sakit/nyeri.
3)
Dosis
a)
Dewasa dan anak-anak : diatas 12tahun
Dosis awal : 200mg 2x sehari untuk tablet/ 1
sendok teh 4x1 hari suspense (400mg sehari). Umumnya dosisnya tidak melebihi
1000mg sehari pada anak usia 12-15 tahun dan 1200mg sehari pada diatas 15tahun.
b)
Anak usia 6-12tahun
Dosis awal : 100mg 2 kali sehari, untuk
tablet atau ½ sendok teh 4x1 hari. Untuk suspense (200mg sehari), umumnya dosis
tidak melebihi 1000mg sehari.
c)
Neuorologi trigeminal
Dosis awal pada hari pertama diberikan 100mg
2x1 hari untuk tablet atau ½ sendok teh 4x1 hari untuk suspense dengan dosis
total 200mg x 1 hari. Dosis ini dapat ditingkatkan sampai 200mg sehari dengan
peningkatan sebesar 100mg tiap 12jam untuk tablet /50mg (setengah sendok teh)
4x 1 hari untuk suspense, hanya jika diperlukan untuk obat nyeri. Jangan
melebihi dosis 1200mgx 1 hari.
4)
Efek samping
Efek samping paling berat
terjadi pada system liemopoetik, kulit dan kardivaskular. Efek samping yang
paling sering timbul yang terutama terjadi pada awal terapi adalah pusing,
ngantuk, mual, dan muntah.
Contoh obat:
a)
Tegritol (ciba)
b)
Temporal (orion)
c)
Karbamazepin (generic)
5)
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap karbamazepin,
antidepresan trisiklik, atau komponen sediaan, depresi sumsum tulang belakang.
6)
Mekanisme kerja
Selain sebagai antikonvulsan,
karbamazepin mempunyai efek sebagai antikolinergik, antineuralgik,
antideuritik, pelemas otot, antimanik, antidepresif dan antiariunia. Menekan
aktifitas senralis nucleus pada thalamus/menurunkan jumlah stimulasi temporal
yang menyebabkan neural discharge dengan cara membatasi influks ion natrium
yang menembus membran sel atau mekanisme lain yang belum diketahui,
menstimulasi pelepasan ADH untuk mereabsorbsi air, secara kimiawi terkait
dengan antidepresan trisiklik.
2. Pasien
hiperaktif atau agitasi anti psikotik low potensial
Penatalaksanaan
ini berarti mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan pasien. Hal
ini berkaitan dengan penggunaan obat anti psikotik untuk pasien waham. Dimana
pedoman penggunaan antipsikotik adalah:
a.
Tentukan target symptom
b.
Antipsikosis yang telah berhasil masa lalu sebaiknya
tetap digunakan
c.
Penggantian antipsikosis baru dilakukan setelah
penggunaan antipsikosis yang lama 4-6 minggu
d.
Hindari polifarmasi
e.
Dosis maintenans adalah dosis efektif terendah.
Contoh
obat antipsikotik adalah:
a.
Antipsikosis atipikal (olanzapin, risperidone).
Pilihan awal
Risperidone tablet 1mg, 2mg, 3mg atau Clozapine tablet 25mg, 100mg.
Keuntungan : angka
keberhasilan tinggi, ekstra pyramidal symptom minimal.
Kerugian : harganya
mahal
b.
Tipikal (chlorpromazine, haloperidol), chlorpromazine
25-100mg
Keuntungan : harganya
relatif lebih murah, efektif untuk mmenghilangkan gejala positif.
Kerugian : angka
keberhasilan rendah, efek samping pyramidal (gejala mirip Parkinson, distonia
akut, akathisia, tardive dyskinesia, (pada 24% pasien), neuroleptic malignant
syndrome, dan hyperprolactinaemia) kurang efektif untuk menghilangkan gejala
negative.
3. Penarikan
diri high potensial
Selama
seseorang mengalami waham. Dia cenderung menarik diri dari pergaulan dengan
orang lain dan cenderung asyik dengan dunianya sendiri (khayalan dan pikirannya
sendiri). Oleh karena itu, salah satu penatalaksanaan pasien waham adalah
penarikan diri high potensial. Hal ini berarti penatalaksanaannya ditekankan
pada gejala dari waham itu sendiri, yaitu gejala penarikan diri yang berkaitan
dengan kecanduan morfin biasanya dialami sesaat sebelum waktu yang dijadwalkan
berikutnya, penarikan diri dari lingkungan sosial.
4. ECT
tipe katatonik
Electro
Convulsive Terapi (ECT) adalah sebuah prosedur dimana arus listrik melewati
otak untuk memicu kejang singkat. Hal ini tampaknya menyebabkan perubahan dalam
kimiawi otak yang dapat mengurangi gejala penyakit mental tertentu, seperti
skizofrenia katatonik. ECT bisa menjadi pilihan jika gejala yang parah atau
jika obat-obatan tidak membantu meredakan katatonik episode.
5. Psikoterapi
Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi pasien
waham, namun psikoterapi juga penting. Psikoterapi mungkin tidak sesuai untuk
semua orang, terutama jika gejala terlalu berat untuk terlibat dalam proses
terapi yang memerlukan komunikasi dua arah. Yang termasuk dalam psikoterapi
adalah terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, terapi supportif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar