Kamis, 24 Mei 2012

Bunuh Diri


BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Definisi
Bunuh diri (suicide) adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri, dan dapat mengakhiri kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respon maladaptif. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat AB, 1991: 1)
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang yang dapat mengahiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat. Selama tahun 1950 sampai dengan 1988 rata – rata bunuh diri pada remaja yaitu usia antara 15 dan 19 tahun (Khaidirmuhaj, 2008).
Usaha bunuh diri adalah tindakan yang merupakan bagian dari depresi (kehilangan orang yang dicintai, kehilangan integritas tubuh atau status, gambaran diri buruk) dan dapat dipandang sebagi tangisan minta pertolongan dan intervensi (Smletzer Suzanne, 2001 : 2500)

B.     Etiologi
Penyebab terjadinya perilaku bunuh diri menurut Cook dan Fontaine (1987) dalam buku Keliat AB (1991 : 6-7), menerangkan penyebab bunuh diri dari masing-masing golongan umur :
1.      Penyebab bunuh diri pada anak
Pelarian dari penganiayaan atau perkosaan, situasi keluarga yang kacau, perasaan tidak disayang atau selalu dikritik, gagal sekolah, takut atau dihina di sekolah, kehilangan orang yang dicintai, dihukum orang lain.
2.      Penyebab bunuh diri pada remaja
Hubungan interpersonal yang tidak bermakna, sulit mempertahankan hubungan interpersonal, pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan, perasaan tidak dimengerti orang lain, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan fisik, masalah dengan orang tua, masalah seksual, depresi. Selain itu dapat juga disebabkan oleh kurangnya sistem pendukung dan melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya. (Khaidirmuhaj, 2008)

3.      Penyebab bunuh diri pada mahasiswa
Self-ideal terlalu yinggi, cemas akan tugas akademik yang banyak, kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua, kompetisi untuk sukses.
4.      Penyebab bunuh diri pada usia lanjut
Perubahan status dari mandiri menjadi ketergantungan dengan orang lain, penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi seperti waktu muda, perasaan tidak berarti di masyarakat, kesepian dan isolasi social, kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan, dll), sumber hidup berkurang.
Sedangkan menurut Khaidirmuhaj, 2008. Secara garis besar  penyebab dari perilaku bunuh diri dapat dijelaskan sebagai  berikut :
1.      Faktor Genetik
Faktor genetik mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko bunuh diri.
2.      Teori Sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social), atruistik (melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic (suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
3.      Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
4.      Penyebab lain
a.       Adanya harapan dan fantasi akan sesuatu
b.      Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusan dan ketidakberdayaan atau keputusasaan.
c.       Sebuah tindakan untuk menyelamatkan harga diri dan mencari kehidupan yang lebih baik.

C.    Faktor Presipitasi
      Menurut Rastirainia dalam http://rastirainia.wordpress.com, faktor pencetus
seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
1.      Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2.      Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress.
3.      Perasaan marah/bermusuhan, bunh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
4.      Cara untuk mengakhiri keputusan.

D.    Rentang Respon Bunuh Diri
Menurut Stuart, Gail W. 2006 : 227, perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Suicidal ideation
Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati.
2.      Suicidal intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri.
3.      Suicidal threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yang dalam bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
4.      Suicidal gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan parilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin diselamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering dinamakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu diselesaikan.
5.      Suicidal attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan. Walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.

RENTANG RESPON


 


Respon adaptif                                                                           respon maladaptive


 
      Peningkatan      pengambilan resiko    perilaku destruktif        pencederaan            bunuh                            
            diri              yang meningkatkan      diri tidak langsung              diri                     diri
                                   pertumbuhan

(Stuart, Gail W. 2006)

E.      Mitos Bunuh Diri
      Menurut Keliat BA. 1991 : 7, banyak pernyataan yang salah tentang bunuh diri (mitos bunuh diri), yang harus diketahui perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan perilaku bunuh diri adalah sebagai berikut :
1.      Ancaman bunuh diri hanya cara individu untuk menarik perhatian dan tidak perlu dianggap serius. Semua perilaku bunuh diri harus dianggap serius.
2.      Bunuh diri tidak memberikan tanda. Delapan dari sepuluh individu memberi tanda secara verbal atau perilaku sebelum melakukan percobaan bunuh diri.
3.      Berbahaya membicarakan pikiran bunuh diri pada klien. Hal yang paling penting dalam perencanaan asuhan keperawatan adalah pengkajian yang akurat tentang rencana bunuh diri klien.

F.     Proses Terjadinya Masalah
Bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk mengakhiri kehidupan. Individu secara sadar berkeinginan untuk mati sehingga melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginan tersebut.  Perilaku bunuh diri disebabkan karena individu mempunyai koping tidak adaptif akibat dari gangguan konsep diri : harga diri rendah. Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian, perlukaan atau nyeri pada diri sendiri. (Keliat BA. 1991 : 8)


G.    Pohon Masalah

                                        Membahayakan diri sendiri/ bunuh diri








Harga diri rendah
 



 







                                             Koping individu yang mal-adaptif
Keterangan :
1.      Causa : koping individu yang maladaptif
2.      Core problem : harga diri rendah
3.      Efek : membahayakan diri sendiri/ bunuh diri
                                                  (Keliat, AB, 1991)

H.    Resiko Bunuh Diri
   Menurut Rastrania (2009), sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut :
1.      Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
2.      Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
3.      Memiliki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
4.      Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
5.      Memiliki gangguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental.
6.      Mengalami penyalahgunaan NAPZA terutama alkohol.
7.      Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik.
8.      Menunjukkan impulsivitas dan agresif.
9.      Sedang mengalami kehilangan yang cukup signifikan atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaan.
10.  Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun.
11.  Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan.
12.  Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
I.       Penatalaksanaan Kedaruratan
      Menurut Smletzer, Suzanne. 2001 : 2501, penatalaksanaan kedaruratan pada pasien dengan perilaku bunuh diri adalah sebagai berikut :
1.      Atasi akibat dari usaha bunuh diri (misal : luka tembak, konsumsi obat dengan dosis tinggi, dll)
2.      Cegah mencederai diri lebih lanjut. Pasien yang telah melakukan usaha bunuh diri mungkin melakukannya lagi.
3.      Lakukan intervensi krisis (suatu bentuk psikoterapi singkat) untuk menentukan potensi bunuh diri, temukan area depresi dan konflik, dapatkan dukungan sistem untuk pasien dan tentukan apakah dibutuhkan perawatan atau rujukan psikiatri.
Atur agar pasien dapat masuk ke unit perawatan intensif bila kondisi menuntutnya, atur untuk perawatan lebih lanjut atau bawa ke unit psikiatrik bergantung pada potensi bunuh diri.

Askep Waham


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
 GANGGUAN JIWA WAHAM


A.    Pengkajian
Menurut Achir Yani Hamid (2006), data yang perlu dikaji gangguan jiwa waham adalah :
1.      Data subjektif
a.       Merasa curiga, cemburu, diancam atau diguna-guna
b.      Merasa sebagai orang hebat
c.       Merasa memiliki kekuatan luar biasa
d.      Merasa sakit atau rusak organ tubuhnya
e.       Merasa sudah mati
f.       Merasa orang lain menjauh
g.      Merasa tidak ada yang mau mengerti
1.      Data objektif
a.       Marah-marah tanpa sebab, banyak kata
b.      Menyendiri
c.       Sirkunstansial
d.      Marah-marah tanpa alas an sepele
Menurut Doengoes, Marilynn E. (2006) pengkajian pola aktivitas sehari-hari antara lain meliputi :
a.       Aktivitas dan istirahat
Gangguan tidur, bangun lebih awal, insomnia, dan hiperaktivitas
b.      Hygiene
Kebersihan personal kurang, terlihat kusut/tidak terpelihara
c.       Integritas ego
Dapat timbul dengan ansietas berat, ketidakmampuan untuk rileks, kesulitan yang dibesar-besarkan, mudah agitasi.
Mengekspresikan perasaan tidak adekuat, perasaan tidak berharga, kurang diterima dan kurang percaya pada orang lain. Menunjukkan kesulitan koping terhadap stress, menggunakan mekanisme koping yang tidak sesuai.
d.      Neurosensori
Mengalami emosi dan perilaku kongruen dengan system keyakinan/ketakutan bahwa diri ataupun orang terdekat berada dalam bahaya karena diracuni atau diinfeksi, mempunyai penyakit, merasa tertipu oleh pasangan individu, dicurigai oleh orang lain, dicintai atau mencintai dari jarak jauh.
e.       Keamanan
Dapat menimbulkan perilaku berbahaya/menyerang
f.       Interaksi social
Kerusakan bermakna dalam fungsi sosial/perkawinan. Umumnya bermasalah dengan hokum.

B.     Pohon masalah
Menurut  Anna Budi, Keliat (2006), pohon masalah gangguan jiwa waham adalah :

Effect                                Risiko mencederai diri, orang lain, lingkungan



waham
 
 
Core Problem                   


 


Etiologi                             Isolasi social = menarik diri Problem                                     



C.    Rencana Asuhan Keperawatan
Menurut Anna Budi, Keliat (2006), rencana asuhan keperawatan gangguan jiwa waham adalah :
1.      Gangguan sensori  atau persepsi: waham
2.      Resiko perilaku mencederai diri, orang lain dan lingkungan
3.      Isolasi diri: menarik diri