Rabu, 23 Mei 2012

Hemofilia

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Hemofilia adalah kelainaan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius, berhubungan dengan defisiensi faktor VIII, IX, atau XI.Biasanya hanya terdapat pada anak laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat resesif.(Manjoer, Arif 2000).
Hemophilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.
Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan dengan defisiensi atau kelainan biologik faktor VIII (antihemophilic globulin) dan faktor IX (komponen tromboplastin plasma). (David Ovedoff, 2000).
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B).(Manjoer, Arief E, 2000)

B.  Etiologi
a.       Faktor Genetik
Hemofilia atau penyakit gangguan pembekuan darah memang meurun  generasi ke generasi lewat wanita pembawa sifat (carier) dalam keluarganya, yang bisa secara langsung maupun tidak.Seperti kita ketahui, di dalam setiap sel tubuh manusia terdapat 23 pasang kromosom dengan berbagai macam fungsi dan tugasnya.kromosom ini menentukan sifat atau organisme,misalnya tinggi, penampilan, wwarna rambut, mata dan sebagainya.sementara, sel sel kelamiang menentukan jenis kelamin adalah sepasang kromosom di dalam inti sel yang menentukan jenis kelamin makhluk tersebut.Seorang pria mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y, sedangkan wanita mempunyai 2 kromosom X.Pada kasus hemofilia,kecacatan terdapat pada kromosom X akibat tidak adanya protein faktor VIII dan IX (dari keseluruhan 13 faktor) ,yang diperlukan bagi komponen dasar pembekuan darah (fibrin).(Price & Wilson, 2003).
b.      Faktor Epigenik
Hemofilia A disebabkan kekurangan factor VIII dan hemophilia B disebabkan kekurangan factor IX. Kerusakan dari factor VIII dimana tingkat sirkulasi yang fungsional dari faktor VIII ini tereduksi. Reduksi dapat menurunkan jumlah protein factor VIII, yang menimbulkan abnormalitas dari protein. Faktor VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX aktif, fosfolipid juga kalsium bekerja sama untuk membentuk fungsional aktifasi factor X yang komplek, sehingga hikangnya atau kekurangan kedua faktor ini dapat mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya aktifasi factor X yang aktif dimana berfungsi mengaktifkan protrombin menjadi trombin, seningga jika thrombin mengalami penurunan pembekuan yang dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan mengakibatkan perdarahan yang berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka. (Price & Wilson, 2003).

C. Manifestasi Klinis
Menurut Behrman,Richard E 2000 manifestasi klinis hemofili adalah:
1. Masa Bayi (untuk diagnosis)   
a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
b. Ekimosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3-4 bulan)
c. Hematoma besar setelah infeksi                  
d. Perdarahan dari mukosa oral.                     
e. Perdarahan Jaringan Lunak
2. Episode Perdarahan (selama rentang hidup)
a. Gejala awal : nyeri
b. Setelah nyeri : bengkak, hangat dan penurunan mobilitas)
3. Sekuela Jangka Panjang 
Perdarahan berkepanjangan dalam otot menyebabkan kompresi saraf dan fibrosis otot.
    Menurut Manjoer Arif 2000 manifestasi klinis hemofili adalah:
       Karena faktor VIII tidak melewati plasenta,kecenderungan perdarahan dapat terjadi dalam periode natal.Kelainan diketahui bila pasien mengalami perdarahan setelah mendapatkan suntikan atau setelah tindakan sirkumsisi.Setelah pasien memasuki usia kanak-kanak aktif sering terjadi memar atau hematoma yang hebat sekalipun trauma yang mendahuluinya ringan.Laserasi kecil,seperti luka dilidah atau bibir,dapat berdarah samapai berjam-jam atau berhari-hari.Gejala khasnya adalah hemartrosis (perdarahan sendi) yang nyeri dan menimbulkan keterbatasan gerak,dapat timbul spontan maupun akibat trauma ringan.
Menurut Hendrix 2009 manifestasi klinis dari hemophilia dalah sebagai berikut:
a.       Perdarahan hebat setelah suatu trauma ringan.
b.      Perdarahan spontan yang berulang-ulang pada bagian sendi-sendi
c.       Hematom pada jaringan lunak
d.      Hemartrosis dan kontraktur sendi.
e.       Perdarahan serebral.

D. Klasifikasi
Hemofilia berdasarkan etiologinya Menurut Manjoer Arief di bagi menjadi dua jenis:
1. Hemofilia A
Hemofilia A dikenal juga dengan nama Hemofilia Klasik : karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah. Kekurangan faktor VIII protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
2. Hemofilia B
Hemofilia B dikenal juga dengan nama Chrismas disease : karena ditemukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Chrismas asal kanada.
Hemofilia ini di sebabkan karena kurangnya faktor pembekuan IX . dapat
muncul dengan bentuk yang sama dengan tipe A.Gejala ke dua tipe hemofilia adalah sama, namun yang membedakan tipe A / B adalah dari pengukuran waktu tromboplastin partial deferensial.

E.  Poses Pembekuan Darah
Menurut Hidayat 2006 Proses pembekuan darah dibagi dalam tiga tahap dasar yaitu:
a.       Pembekuan tromboplastin plasma intrinsik yang juga disebut tromboplastogenesis, dimulai dalam trombosit, terutama faktor trombosit III dan faktor pembekuan lain dengan pembekuan kolagen.
b.      Petrubahan protrombin menjadi trombin yang dikatalisasi oleh tromboplastin, faktor IV, V, VII, dan X.
c.       Perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan katalisator thrombin, factor trombosit I dan III.

F.   Faktor-Faktor Pembekuan Darah
a.       Faktor I (Fibrinogen)
Sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein plasma dan diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini menyebabkan masalah pembekuan darah afibrinogenemia atau hypofibrinogenemia.
b.      Faktor II (Prothrombin)
sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor menyebabkan
hypoprothrombinemia.
c.       Faktor III (Jaringan Tromboplastin)
koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber yang berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru; Jaringan Tromboplastin penting dalam pembentukan prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan.
d.      Faktor IV (Kalsium)
sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase pembekuan darah.
e.       Faktor V (Proaccelerin)
sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan panas, yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal, mengarah pada kecenderungan berdarah yang langka yang disebut parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator globulin.
f.       Faktor VI
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V tetapi tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.
g.      Faktor VII (Proconvertin)
sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan panas dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X. Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi faktor akselerator dan stabil.
h.      Faktor VIII (Antihemophilic factor)
sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser dengan faktor von Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-X sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin dan faktor antihemophilic A.
i.        Faktor IX (Tromboplastin Plasma komponen),
sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan terlibat dalam jalur intrinsik dari pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi faktor X. hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor antihemophilic B.
j.        Faktor X (Stuart factor)
Sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal ini dapat membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga thrombokinase.
k.      Faktor XI (Tromboplastin plasma )
Faktor koagulasi yang stabil yang terlibat dalam jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Lihat juga kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.
l.        Faktor XII (Hageman factor)
Faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan kecenderungan trombosis.
m.    Faktor XIII (Fibrin-faktor yang menstabilkan)
 Sebuah faktor koagulasi yang merubah fibrin monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut dalam urea, fibrin yang memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah. Kekurangan faktor ini memberikan kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga disebut
transglutaminase.

G. Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan factor pembekuan VII (hemofiliaA) atau faktor IX (hemofilia B atau penyakit Christmas). Keadaan ini adalah penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif X-linked dari pihak ibu. Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan komponenen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh cedera. Hemofilia berat terjadi bila kosentrasi factor VIII dan IX plasma kurang dari 1%. Hemofilia sedang terjadi bila kosentrasi plasma antara 1% dan 5%, dan hemofilia ringan terjadi bila kosentrasi plasma antara 5% dan 25% dari kadar normal. Manifestasi klinisnya bergantung pada umur anak dan hebatnya defisiensi factor VIII dan IX. Hemofilia berat ditandai perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma yang relative ringan. Tempat perdarahan paling umum adalah di dalam persensian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha. Otot yang paling sering terkena adalah fleksor lengan bawah, gastroknemius, dan iliopsoas. Karena kemajuan dalam bidang pengobatan, hamper semua pasien hemofilia diperkirakan dapat hidup normal (Betz & Sowden, 2002).
Kecacatan dasar dari hemofilia A adalah defisiensi factor VIII antihemophlic factor (AHF). AHF diproduksi oleh hati dan merupakan factor utama dalam pembentukan tromboplastin pada pembekuan darah tahap I. AHF yang ditemukan dalam darah lebih sedikit, yang dapat memperberat penyakit. Trombosit yang melekat pada kolagen yang terbuka dari pembuluh yang cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3 trombosit, yang sangat penting untuk mengawali system pembekuan, sehingga untaian fibrin memendek dan mendekatkan pinggir-pinggir pembuluh darah yang cedera dan menutup daerah tersebut. Setelah pembekuan terjadi diikuti dengan sisitem fibrinolitik yang mengandung antitrombin yang merupakan protein yang mengaktifkan fibrin dan memantau mempertahankan darah dalam keadaan cair.
Penderita hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang dibutuhkan untuk proses pembekuan darah yaitu pengaruh vaskuler dan trombosit (platelet) yang dapat memperpanjang periode perdarahan, tetapi tidak pada tingat yang lebih cepat. Defisiensi faktor VIII dan IX dapat menyebabkan perdarahan yang lama karena stabilisasi fibrin yang tidak memadai. Masa perdarahan yang memanjang, dengan adanya defisiensi faktor VIII, merupakan petunjuk terhadap penyakit von willebrand. Perdarahan pada jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi perdahan pada sendi dan otot merupakan tipe yang paling sering terjadi pada perdarahan internal. Perubahan tulang dan kelumpuhan dapat terjadi setelah perdarahan yang berulang-ulang dalam beberapa tahun. Perdarahan pada leher, mulut atau dada merupakan hal yang serius, sejak airway mengalami obstruksi. Perdarahan intracranial merupakan salah satu penyebab terbesar dari kematian . Perdarahan pada gastrointestinal dapat menunjukkan anemia dan perdarahan pada kavum retroperitoneal sangat berbahaya karena merupakan ruang yang luas untuk berkumpulnya darah. Hematoma pada batang otak dapat menyebabkan paralysis (Wong, 2001).
I.    Uji Laboratorium dan Diagnostik
a.   Uji skrining untuk koagulasi darah
1.   Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah)
2.   masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik
3.   Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi intrinsik)
4.   Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
5.   Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik)
b.   Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
c.   Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT], serum glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase alkali, bilirubin).
(Betz & Sowden, 2002).

J.    Komplikasi           
Komplikasi dari hemofilia menurut Betz & Sowden, 2002 adalah:
a.       Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai benda asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya.Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya. Pada penderita hemofilia dengan inhibitor terhadap konsentrat faktor, reaksi penolaksan mulai terjadi segera setelah darah diinfuskaan. Ini berarti konsentrat faktor dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan pedarahan.
b.      Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar kerusakan.Sendi yang paling sering rusak adalah sendi engsel seperti Pergelangan kaki,Lutut, Siku, Sendi engsel ini hanya mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan dari samping. Akibatnya sering terjadi perdarahan. Sendi peluru yang mempunyai penunjang lebih baik, jarang terjadi perdarahan seperti Panggul, Bahu, Sendi pada pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang – kadang mengalami perdarahan. Namun jarang menimbulkan kerusakan sendi.Infeksi yang ditularkan oleh darah.
      Dalam 20 tahun terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat factor yang dianggap akan membuat hidup mereka normal.

K. Penatalaksanaan
Menurut Wong 2008 penatalaksanaan hemophilia adalah sebagai berikut:
a.       Penatalaksanaan Medis
      Pengobatan yang diberikan untuk mengganti factor VIII atau faktot IX yang tidak ada pada hemofilia A diberikan infus kriopresipitas yang mengandung 8 sampai 100 unit faktor VIII setiap kantongnya. Karena waktu paruh faktor VIII adalah 12 jam sampai pendarahan berhenti dan keadaan menjadi stabil. Pada defisiensi faktor IX memiliki waktu paruh 24 jam, maka diberikan terapi pengganti dengan menggunakan plasma atau konsentrat factor IX yang diberikan setiap hari sampai perdarahan berhenti. Penghambat antibody yang ditunjukkan untuk melawan faktor pembekuan tertentu timbul pada 5% sampai 10% penderita defisiensi faktor VIII dan lebih jarang pada faktor IX infase selanjutnya dari faktor tersebut membentuk anti bodi lebih banyak. Agen-agen imunosupresif, plasma resesif untuk membuang inhibitor dan kompleks protombin yang memotong faktor VIII dan faktor IX yang terdapat dalam plasma beku segar. Produk sintetik yang baru yaitu: DDAVP (1-deamino 8-Dargirin vasopressin) sudah tersedia untuk menangani penderita hemofilia sedang. Pemberiannya secara intravena (IV), dapat merangsang aktivitas faktor VIII sebanyak tiga kali sampai enam kali lipat. Karena DDAVP merupakan produk sintetik maka resiko transmisi virus yang merugikan dapat terhindari.
      Tindakan suportif dapat diimplementasikan, seperti RICE, yang berupa tindakan (1) Rice (istirahat, (2) Ice (kompres dengan es, (3) Kompression (kompresi atau meneklan bagian yang berdarah), (4) Elevation (meninggikan tempat yang berdarah)
      Hemartrosis bisa dikontrol jika klien diberi AHF pada awal perdarahan. Immobilisasi sendi dan udara dingin (seperti kantong es yang mengelilingi sendi) bisa memberi pertolongan. Jika terjadi nyeri maka sangat penting untuk mengakspirasi darah dan sendi. Ketika perdarahan berhenti dan kemerahan mu;ai menghilang klien harus aktif dalam melakukan gerakan tanpa berat badan untuk mencegah komplikasi seperti deformitas dan atrofi otot.
      Prognosis untuk seorang yang menderita hemofilia semakin bertambah baik ketika ditemukannya AHF. 50% dari penderita hemofilia meninggal sebelum mencapai umur 5 tahun. Pada saat ini kejadian kematian jarang terjadi setelah trauma minor. Infusi di rumah menggunakan AHF meyakinkan pengobatan bahwa manifestasi pertama dari perdarahan dan komplikasi diatasi. Program training dengan panduan yang ketat. Ketika panduan ini diikuti dengan baik seseorang yang menderita hemofili akan sangat jarang berkunjung ke ruang imergensi.
      Analgesik dan kortikosteroid dapat mengurangi nyeri sendi dan kemerahan pada hemofilia ringan pengguna hemopresin intra vena mungkin tidak diperlukan untuk AHF. sistem pembekuan darah yang sifatnya hanya sementara, sehingga tidak perlu dilakukan transfusi. Biasanya pengobatan meliputi transfuse untuk menggantikan kekurangan faktor pembekuan. Faktor-faktor ini ditemukan di dalam plasma dan dalam jumlah yang lebih besar ditemukan dalam plasma konsentrat.
      Tranfusi untuk perdarahan dan gunakan kriopresipitat faktor VIII dan IX, tranfusi di lakukan dengan teknik virisidal yang di ketahui efektif membunuh virus-virus yang dapat menyebabkan infeksi lain akibat tranfusi, dan di sebut sebagai standar terbaru tatalaksana hemofilia yaitu FVIII rekombinan sehingga dapat menghilangkan resiko tertular virus. Aspirasi hemartosis dan hindari imobilitas sendi Konsultasi genetic
      Beberapa penderita membentuk antibodi terhadap faktor VIII dan faktor IX yang ditransfusikan, sehingga transfusi menjadi tidak efektif. Jika di dalam darah contoh terdapat antibodi, maka dosis plasma, konsentratnya dinaikkan atau diberikan factor pembekuan yang berbeda atau diberikan obat-obatan untuk mengurangi kadar antibodi.
Kandungan : Kriopresipitas: fresh frozen plasma 8-100 unit antihemophilic globulin, Faktor VIII : 2332 asam amino, AHF : fresh frozen Plasma.
b.      Penatalaksanaan Keperawatan
Penderita hemofilia harus menyadari keadaan yang bisa menimbulkan perdarahan. Mereka harus sangat memperhatikan perawatan giginya agar tidak perlu menjalani pencabutan gigi. Istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka. Bila kaki yang mengalami perdarahan, gunakan alat Bantu seperti tongkat. Kompreslah bagian tubuh yang terluka dan daerah sekitarnya dengan es atau bahan lain yang lembut & beku/dingin. Tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang mengalami perdarahan tidak dapat bergerak (immobilisasi). Gunakan perban elastis namun perlu di ingat, jangan tekan & ikat terlalu keras. Letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan diatas benda yang lembut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar