BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Isolasi
sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang
lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam. (Twondsend, 1998)
Menarik
diri merupakkan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain. (Palwin, 1993 dikutip Budi Keliat,
2001)
Menarik
diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993).
Isolasi adalah keadaan dimana
individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk
meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat
kontak ( Carpenito, 1998 )
Seseorang dengan perilaku menarik
diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia
kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk
berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan
sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman
dengan orang lain (DepKes, 1998).
B. Etiologi
Terjadinya
gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya perkembangan dan
sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya pada diri,
tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap
orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini
dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih
menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari – hari
terabaikan.
Gangguan
jiwa menarik diri juga dapat disebabkan oleh :
1.
Perkembangan
Sentuhan,
perhatian, kehangatan dari keluarga yang mengakibatkan individu menyendiri,
kemampuan berhubungan dengan orang lain tidak adekuat yang berakhir dengan
menarik diri.
2.
Komunikasi dalam
kenuarga
Klien
sering mengalami kecemasan dalam berhubungan dengan anggota keluarga, sering
menjadi kambing hitam, sikap keluarga tidak konsisten (kadang boleh, kadang
tidak). Situasi ini membuat klien tidak mau untuk berkomunikasi dengan orang
lain.
3.
Sosial budaya
Di
kota – kota besar masing – masing individu sibuk memperjungkan hidup sehingga
tidak ada waktu untuk bersosialisasi. Situasi ini mendukung untuk menarik diri.
Pada
mulanya klien merasa dirinya sudah tidak bahagia lagi sehingga merasa tidak
aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari
lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin
mengembangkan kehsngstsn emosional dalam hubungan yang positif dengan orang
lain yang menimbulkan rasa aman.
Dunia
merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk melindungi diri,
klien menjadi pasif dan kepribadiannya menjadi kaku (rigid). Klien semakin
tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha mendapatkan
rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan sehingga
rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia mengembangkan
rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari penyebab kesulitan
serta menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Konflik
antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih kesuksesan itu sendiri terus
berjalan dan penarikan diri dari realitas diikuti penarikan diri dari
keterlibatan secara emosional dengan lingkungnnya yang menimbulkan kesulitan.
Semakin klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain. Menarik diri juga disebabkan karena
perceraian, putus hubungan, peran keluarga yang tidak jelas, orang tua pecandu
alkohol dan penganiayaan anak. Resiko menarik diri adalah terjadinya resiko
perubahan sensori persepsi (halusinasi).
4. Faktor
biologis
Genetik merupakan salah
satu faktor prndukung gangguan jiwa. Berdasarkan hasil penelitian, pada kembar
monozigot apabila salah satu diantaranya menderita skizoprenia adalah 58%,
sedangkan pada kembar dizigot presentasinya 8%. Kelainan pada struktur otak,
atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan
struktur limbik diduga dapat menyebabkan skiziprenia.
5. Stresor
psikologis
Tingkat kecemasan yang
berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhungan dengan
orang lain.
C. Rentang
Respon Sosial
Dalam membina hubungan
sosial individu berada dalam rentang
respon yang adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan respon
yabg dapat diterima oleh norma – norma sosial dan kebudayaan yang secara umum
berlaku. Sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu
dalam menyelesaikan masalah yang kurang
dapat diterima oleh norma sosial dan budaya setempat. (Stuart dan Sundden, 1998
)
Respon Adaptif Respon
Maladaptif
1.
Solitude 1.
Kesepian 1.
Manipulasi
2.
Otonomi 2.
Menarik diri 2.
Impulsif
3.
Bekerjasama 3.
Keterganntungan 3. Narcisism
4.
Saling ketergantungan
Menyendiri
(solitude) merupakan respon yang
dibutuhkan seseorang unruk merenungkan apa yang telah dibutuhkan dilingkungan
sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah
selanjutnya. Otonomi merupakan kemampuan individu intuk menentukan dan
menyampaikan ide – ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. Bekerjasama
adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut
mampu untuk saling memberi dan menerima. Saling tergantung merupakan kondisi
saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal. Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan membina hubungan dengan orang lain. Ketergantungan (dependen) terjadi bila individu gagal
mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk sukses. Manipulasi
merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap
orang lain sebagai obyek, tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
Curiga terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dengan orang lain.
D. Manifestasi
Klinis
1.
Menyendiri dalam
ruangan.
2.
Tidak berkomunikasi,
menarik diri, tidak melakukan kontak mata.
E. Akibat
dari Menarik Diri
1.
Sedih, afek datar.
2.
Perhatian dan tindakan
yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya.
3.
Berpikir menurut
pikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak bermakna.
4.
Mengekspresikan
penolakan atau kesepian pada orang lain.
5.
Tidak ada asosiasi
antara ide satu dengan lainnya.
6.
Menggunakan kata – kata
simbolik (neologisme).
7.
Menggunakan kata yang
tak berarti.
8.
Kontak mata kurang/tidak
mau menatap lawan bicara.
9.
Klien cenderung menarik
diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun, berdiam diri.
Klien
dengan perilaku menarik diri dapat berakita adanya terjadinya resiko perubahan
sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah satu orientasi
realitas yang maladaptive, dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap
lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterprestasikan
sesuatu yang nyata tanpa stimulus/ rangsangan eksternal.( Budi Anna Keliat,
1999)
Gejala Klinis :
1. bicara,
senyum dan tertawa sendiri
2. menarik
diri dan menghindar dari orang lain
3. tidak
dapat membedakan tidak nyata dan nyata
4. tidak
dapat memusatkan perhatian
5. curiga,
bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
6. ekspresi
muka tegang, mudah tersinggung
F. TERAPI
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
G. POHON
MASALAH
( Budi Anna Keliat, 1999)
Resiko Perubahan
Sensori-persepsi : Halusinasi
Isolasi sosial : menarik
diri Core Problem
gangguan
konsep diri: harga diri rendah kronis
Ketidakefektifan
koping keluarga : ketidakmampuan
keluarga merawat klien dirumah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar